“Hidup berawal dari mimpi” sebuah kalimat singkat yang benar-benar menginspirasiku menjadi seorang pemimpi. Pemimpi yang kini mampu hidup di tengah masyarakat dan dielu-elukan namanya.
Aku Veranda, seorang wanita belia berusia 18 tahun yang kini menjadi Idol di kalangan remaja. Aku salah satu member sebuah Idol Grup di Indonesia yang sedang naik daun, JKT 48.
Dari kecil, aku tak berniat menjadi seorang penyanyi apalagi dancer karena aku tau kemampuanku tak memumpuni untuk itu. Aku lebih suka berlenggak-lenggok di atas catwalk atau berpose di depan camera. Aku ingin menjadi Top model Indonesia. Namun, tiga tahun silam, semenjak dibukanya audisi JKT48, aku merubah pemikiranku. ‘Inikah kesempatan yang Tuhan berikan? Apa salahnya untuk dicoba?’ Banyak jalan untuk mewujudkan sebuah impian, mungkin ini salah satunya. Dan benar, saat ini aku telah dikenal oleh khalayak, satu langkah lagi yah satu satu langkah lagi aku akan bisa mewujudkan impianku itu.
Mengejar mimpi bukan berarti tidak ada konsekuensi untuk itu. Aku ingat sebuah petuah dari seseorang yang ku sebut ‘PAPA’ bahwa ‘hidup adalah sebuah pilihan. Kamu berhak untuk memilih jalan yang kamu anggap itu benar sesukamu. Tapi, kamu tidak akan bisa memilih konsekuensi atas pilihanmu itu’.
Aku sangat setuju dengan pernyataan yang papa lontarkan. Benar. Sebuah ‘Golden Rules’ yang melekat pada diri setiap member JKT48, mengharuskanku untuk tidak berpacaran. Tidak berpacaran bukan berarti ‘haram’ untuk aku mencintai seseorang. Itu adalah hak setiap manusia di bumi ini. Mencintai dan dicintai. Mungkin aku sedikit tertekan dengan keadaan ini, karena aku masih remaja. Aku ingin bahagia dengan adanya seorang kekasih di sampingku. Kekasih yang bisa menyemangatiku dan mendukung karierku ini.
***
Pagi ini, Veranda menikmati aktivitasnya sebagai seorang pemimpi. Dia melamun dengan kedua mata yang terpejam, dan dagu yang sengaja ia sangga dengan tangan kanannya. Terlihat sebagai pemalas sekali.
Pikiran Ve melayang-layang menembus cakrawala imajinasinya membayang kencannya bersama dengan seseorang yang sangat ia cintai. Mereka berdansa menari layaknya seorang pangeran dan putri. Oh...Indahnya.
“Bruugghh” mimpi Ve buyar seketika. Sial. Gara-gara sanggaan tangannya bergeser, dagunya jadi terbentur meja. Sakitnya.
‘Aww..’ rintihnya sembari mengelus-elus dagu.
“ Hah. Lagi-lagi cuma mimpi” gerutu Ve kesal memanyunkan bibirnya lebih dari 5cm.
“Pluuupph” seorang teman masuk tiba-tiba dan menempelkan buku bergambar monyet tepat bibir Ve. Terlihat mesrah sekali Ve mencium buku bergambar monyet itu.
“Hahaha...” tawa seseorang itu.
“Ve..Ve...kalau kamu butuh cowok buat kamu pacarin bilang aku gih. Jangan khawatir, aku akan cariin. Jangan nyium-nyium gambar monyet gitu, geli benget aku ngeliatnya” Ejeknya kemudian.
‘Sreekk’ Ve memundurkan kursinya dengan kasar sebagai isyarat dia benar-benar marah atas candaan yang menurutnya tidak lucu sama sekali. Ve berdiri seketika, lalu berjalan meninggalkannya.
“Ve... Veranda...!!” teriak seseorang itu memanggil nama ‘Veranda’ namun dihiraukannya. Ve terus berjalan ke luar kelas.
***
Di sebuah bangku panjang di bawah pohon rindang belakang sekolah, Ve menyandarkan punggungnya. Di sini adalah tempat favoritenya untuk menghilangkan segala gundah gulananya. ‘Dia. Kenapa harus dia yang mengejekku seperti itu?’ batinnya bertanya-tanya.
Dan lagi, otak Ve bekerja. Namun bukan sebagai pemimpi, tapi ber-flashback tiga tahun silam. Dia masih masih ingat sekali. Ketika dirinya sedang berstatus ‘trainee’ dan sedang menampilkan setlist perdananya ‘Pejama Drive’. Seorang pria berbaju merah berlogo JKT48 duduk di tengah-tengah penonton memegang lightstick terlihat sangat bersemangat meneriakan nama ‘Veranda’. Semangatnya tersampaikan dalam diri Ve. Meskipun hanya sekali Ve melihatnya. Berkatnya, Ve menjadi seperti ini. Motivasi yang dia berikan untuk Ve sungguh luar biasa. Tak disadari perasaan lain yang di sebut ‘cinta’ itu tumbuh. Dia bukan hanya sekedar fans. Dia special. Special di mata dan juga di hati Ve.
Yah. Dia. Dia orang yang sama dengan sosok manusia yang mengejek Ve pagi ini. Adit namanya.
***
Pelajaran baru dimulai, tak nampak sosok ‘gebetan nasional’ dalam kelas. Ve sengaja membolos. ‘Bad mood’ menyerangnya.
Sesekali Adit menoleh ke arah bangku Ve. Kosong tak berpenghuni.
‘Seharusnya aku nggak bikin dia bad mood seperti tadi. Alasan apa yang nanti akan aku berikan kalau-kalau Pak Hendra memanggil namanya? Arrgggghhhh’ Adit benar-benar bingung, mengacak-ngacak rambutnya hitam ketalnya.
‘Veranda’ Adit kaget. Sesuatu yang baru dia pikirkan sudah terjadi terlebih dahulu sebelum dia mendapatkan alasan yang tepat untuk menutupi bolosnya Ve pagi ini.
Dia mengangkat tangan kanannya.
“iyah. Adit ada apa?” dengan ramahnya pak Hendra bertanya.
“ehhmm...anu, pak. Tadi Veranda ijin. Dia sedang tidak enak badan. Boleh saya menemaninya di UKS? Kebetulan saya anggota PMR yang sedang piket hari ini” ucap Adit merangkai alasan penuh dusta itu. Tak disangka pak Hendra mempercayainya dan mempersilahkan Adit untuk menemani Veranda.
***
“Maaf”
Suara khas dari seseorang yang baru saja datang dan duduk di dekat Ve sukses membuyarkan lamunan Ve.
“Adit?” Ve sedikit terkejut dengan kedatangannya. ‘Bagaimana bisa dia tau keberadaanku di sini?’
“Maafin aku, Ve. Nggak seharusnya aku becandain kamu kayak pagi tadi. Aku sadar kalau itu terlalu kekanak-kanakkan. Maaf..maaf” Adit memohon-mohon dengan wajah yang memelas.
‘Shutttt’ telunjuk Ve menempel di bibir Adit. Lalu, Ve menatap lekat kedua mata di hadapannya itu “Aku udah maafin kamu kok” ucapnya seraya tersenyum membuat Adit diam seribu bahasa.
‘Sebegitu cepatnya kamu memaafkan kesalahan aku, Ve?’
‘Sekesal-kesalnya aku sama kamu, aku nggak akan pernah bisa membenci kamu, Dit’
‘Itu melegakan hati aku, Ve. Karena aku ga ingin sedikit-pun menyakiti kamu’
Mereka benar-benar terjebak dalam situasi hening dengan pikiran mereka masing-masing yang seolah mereka tau apa yang sedang dipirkan oleh orang disampingnya.
“Ehhm...bagaimana kalau kita pulang bareng, rumah kita ‘kan searah” Ajak Adit mencoba membangun sebuah percakapan dengan Ve.
“Hah?” Mata Ve terbelalak. Berasa seperti mimpi. Entah sadar atau tidak Adit mengajak Ve pulang bersama. Ini pertama kalinya dan Ve sangat senang.
“Ehmm...Lupakan” ucap Adit tak enak hati, harusnya dia berpikir lebih panjang jika ingin mengajak seorang idol seperti Veranda.
‘Bodoh, bodoh. Mana mungkin Veranda mau di boncengin dengan sepeda butut kamu, Dit?’ Pikirnya kemudian.
“Aku mau” jawab Ve tanpa basa-basi. Ve memang tak ingin menyia-nyiakan kesempatan emas ini. Pulang bersama dengan seseorang yag special di hatinya.
“Jangan...Ve, jangan. Kamu nggak pantes pulang bareng sama aku. Apalagi pake sepeda butut aku. Kamu ‘kan Idol. Apa kata fans kamu nanti?” Lancarnya Adit merendah.
“Please, jangan panggil aku Idol. Di sini aku temen kamu. Temen kamu yang menginginkan kamu sebagai ... ”. Ups sepertinya Ve hampir keceplosan. Untungnya dia sadar dan segera menghentikan perkataannnya. Namun itu membuat pertanyaan besar dalam hati Adit.
“Menginginkan aku sebagai...?” Adit memberi penekanan tiga kata terakhir Ve tadi.
Ve segera memutar otak untuk menutupi perasaan cintanya pada Adit.
Adit memegang kedua pundak Ve tatapannya berubah menusuk ke dalam bola mata Ve.
‘Please, Dit. Jangan tatap aku seperti itu. Aku bisa mati karena debaran jantung yang tidak karuan ini’
“Menginkan aku sebagai apa , Ve?” Adit mengulangi pertanyaan yang sama.
“Ehhm... Kamu jangan salah paham dulu. Maksud aku tuh, aku menginginkan kamu sebagai sahabat aku. Yah...hanya sabatan kok. Nggak lebih dari itu” Ve memaksakan senyumnya untuk mengucapkan kalimat dusta itu. Walau sebenarnya hati Ve sangat sakit ketika harus mengutarakannya demi menyembunyikan perasaannya pada Adit. ‘Aku ingin dia menjadi kekasihku, Tuhan. Tapi mana mungkin aku mengungkapkannya. Dimana harga diriku sebagai wanita?'
Mendengar jawaban Ve, tatapan mata Adit menjadi sayu. Mungkin dia terlalu percaya diri kalau-kalau Ve mempunyai perasan yang sama padanya. ‘Aku pikir kamu menginginkan aku sebagi kekasihmu. Ternyata salah besar. Sadar Dit. Sadar. Kamu siapa? Ve siapa? Harapanmu itu terlalu tinggi untuk menjadi kekasih seorang idol’ batin Adit seolah berperang menghadapi kenyataan ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar