Esok paginya, semua sudah berkumpul di depan rumah Rusdi.
"kak Naomi mana?" tanya Dendhi.
"Masih mandi! Tadi kesiangan, kalo gak dibangunin pasti sekarang masih
tidur." jawab Rusdi.
"Padahal dia yang ngadain acaranya." ucap Melody.
Beberapa saat kemudian, Naomi keluar dari rumahnya.
"Maaf ya friends." ucap Naomi.
"Cewek kok bangunnya siang?" tanya Dendhi.
"Kamu juga bangunnya siang kali dek." jawab Ve.
"Eh?" Dendhi malu.
Akhirnya mereka pergi menuju terminal untuk berpetualang ke hutan.
Lalu mereka menaiki sebuah bus, mereka duduk bersama kakak
masing-masing dan Sendy duduk dengan Gre. Lalu Rusdi menghampiri
Seena.
"Sen, tau gak apa bedanya saya sama aku?" tanya Rusdi.
"Enggak! Apa tuh?" jawab Seena, lalu kembali bertanya.
"Kalo saya manusia..." jawab Rusdi gantung.
"?" Seena bingung.
"..." Rusdi diam, lalu tersenyum.
"Kalo aku?" tanya Seena.
"MONYET!!! Hahaha!" Rusdi tertawa, lalu kembali ke tempat duduknya.
"Jangan gitu kamu Rus, entar kamu di Smack Down sama dia, dia kan John
Seena." kata Dendhi yang secara tidak sadar membully Seena
"Itu John Cena bemo!" balas Seena sambil menggembungkan pipinya.
"Hahaha… kalian ini ada-ada aja." Gre pun ikut menimpali.
Perjalanan ke hutan membutuhkan waktu sekitar empat jam. Sesampainya
dihutan, mereka langsung menghubungi petugas yang sedang berjaga untuk
mendaftarkan diri mereka. Sejenak Dendhi melihat sekelebat bayangan.
"Hmm… mungkin cuma imajinasi ku aja." pikir Dendhi .
"Den, kamu kenapa ?” Tanya Ve heran.
"Ahh... enggak kok kak." balas Dendhi.
Tak lama kemudian mereka pun mulai berjalan-jalan di hutan. Seena dan
Rusdi sedang asyik bersenda gurau, Dendhi dari tadi hanya berjalan
dengan perasaan tak enak.
"Kenapa perasaan ku jadi enggak enak gini ya?” Tanya Dendhi dalam hati.
"Kak Sen, nyanyi dong! Suaranya kak Sendy kan bagus." pinta Seena.
"Ada-ada aja kamu! Ini kan di Hutan, bukan di tempat tertutup. Kalo
dimakan macan gimana?" jawab Sendy bercanda.
Seena yang mendengar hal itu langsung ketakutan, dia lalu memeluk
kakaknya. Melody langsung berbicara kepada Sendy.
"Kamu ini ada-ada aja Sen, tinggal nyanyi aja kok repot." ucap Melody.
"Iya-iya." balas Sendy, lalu Sendy mulai bernyanyi .
"Jangan ngelamun kalian kalo pengen selamat." teriak Dendhi.
Pandangan semua orang pun tertuju pada Dendhi, bahkan Sendy sudah
berhenti bernyanyi.
"Apaan sih Den, jangan bikin parno deh!" gerutu Rusdi.
"Iya nih, bikin merinding aja." kata Gre.
Dendhi hanya terdiam, mereka lalu berjalan lagi menyusuri Hutan itu.
Mereka mungkin tak sadar kalau Dendhi tertinggal jauh di belakang.
Dendhi sedang terdiam mematung karna sebuah kilatan tentang sesuatu
yang buruk akan terjadi pada mereka.
"Aku harus ngajak mereka pergi secepatnya dari sini!" ketika dia
sadar,mereka semua sudah tak ada.
"Mereka di mana? Aku harus cepat menemukan mereka!" perasaan Dendhi
semakin kacau karna tak ingin kilatan tadi menjadi kenyataan.
"Lho, Dendhi mana?" tanya Ve, yang sadar bahwa Dendhi sudah menghilang.
"Tadi bukannya dia dibelakang kak Ve?" tanya Gre.
"DENDHI!!! DENDHI!!!" teriak Ve.
"Tenang Ve, paling adik kamu lagi kencing di pohon." ucap melody
berusaha menenangkan sahabatnya.
Mereka pun akhirnya kembali mencari Dendhi. Tak lama kemudian, mereka
bertemu dengan Dendhi.
"Ayo semuanya kita pulang!" ucap Dendhi.
"Kenapa resleting kamu nyangkut?" tanya Melody.
"Bukan, punya aku masih utuh kok mau liat?" jawab Dendhi.
"Ihhh JIJIK!!!" ucap Melody dan Seena bersamaan.
"Waduh!" Dendhi terkejut mendengar jawaban kedua kakak beradik tersebut.
"Dek temenin kakak sebentar yuk." ajak Melody.
"Siap boss!" Seena dan Melody langsung bergegas menuju ke sungai,
kemudian mereka berdua sampai di sungai yang aliran air nya sangat
bening.
Sebuah teriakan memecah keheningan Hutan yang sedari tadi sunyi.
Mendengar teriakan itu, Naomi dan yang lainnya langsung berlari menuju
sumber suara. Disana mereka menemukan Melody diatas genangan darah.
"Mel, kamu enggak apa-apa?" tanya Naomi.
"Seena hilang, tadi aku cuci muka sebentar lalu Seena hilang" jawab Melody.
"Ini darah, DARAH!!!" Rusdi panik.
"Kak, darah ini sampe ke sana! Coba kita ikuti, mungkin kita tau Seena
dimana!" balas Dendhi, mereka lalu pergi mengikuti jejak darah
tersebut.
Dan mereka menemukan Seena tertancap ke sebuah pohon dengan kepala
hancur dan wajah yang tak dapat di kenali. Hanya pakaian yang
dikenakannya lah yang menjadi tanda pengenal.
"SEENA!!!" Melody pun mencabut dahan yang menancap pada tubuh Seena
dan menurunkan mayat nya.
"Kak, kita enggak punya banyak waktu! Kita harus pergi sebelum gelap!"
ajak Dendhi.
"Aduh!" rintih Ve.
"Kak Ve kenapa?" tanya Gre.
"Enggak tau Gre, tadi pas jalan kayak ada yang narik kaki kakak.
Sepertinya kaki kakak terkilir." Ve merintih.
"Kak, tahan ya. Ini mungkin agak sakit." kata Rusdi.
"Auuw.. sakit!" Ve setengah berteriak.
"Maaf kak, sekarang gimana? Udah mendingan?" tanya Rusdi.
"Udah kok, makasih ya Rusdi." ucap Ve.
Langit sudah mulai menghitam, dan rintik-rintik hujan mulai jatuh.
"Kak, udah mendung nih!" kata Rusdi.
"Ayo cepetan, entar kita kehujanan!" Ajak Naomi.
Mereka pun berlari karna sudah tak ingin berlama-lama berada didalam
Hutan. Meski sambil menangis, Melody terus berlari membawa mayat
adiknya. Pohon yang ada di depan mereka tiba-tiba tumbang. Mereka
melompat untuk menghindar, namun Sendy bernasib kurang beruntung.
Pohon itu menghatam tubuhnya dengan keras, menghancurkan kaki dan juga
perut nya. Membuat usus serta darahnya membasahi dahan pohon.
"KAK SENDY!!!" Gre mencoba mendorong dahan pohon yang menimpa tubuh Sendy.
"Ayo cepat kita pergi!" Rusdi memohon.
"Kak Sendy harus ikut!" Gre menangis.
"Badannya saja sudah hancur, gimana cara bawanya?" balas Rusdi.
Naomi menampar adiknya hingga jatuh tersungkur ke tanah.
"Kamu jangan egois, jadi laki laki jangan lemah!" Naomi membentak
adiknya yang sedang jatuh memegangi pipinya.
"Maaf kak!" rintih Rusdi.
Naomi pun melepas jaketnya dan membentuknya seperti sebuah mangkuk.
Dia lalu berjongkok di sebelah Gre dan mulai mengumpulkan apa yang
tersisa dari Sendy.
"Kamu gendong mayatnya!" perintah Naomi pada adiknya.
Rusdi hanya diam dan menggendong sisa-sisa mayat sendy, sementara
organ dalam yang telah dikumpulkan oleh Naomi diberikan kepada Gre.
Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan dua teman mereka yang sudah
tak bernyawa. Liburan yang dimulai dengan gelak tawa tak mereka sangka
berubah menjadi sebuah tragedi. Ve dan Dendhi hanya diam sepanjang
perjalanan, tak ada lagi candaan yang bisa mereka keluarkan. Dengan
pandangan mata yang kosong Melody menggendong adiknya. Gre dengan
hati-hati berjalan karna tak ingin menjatuhkan apapun yang tersisa
dari Sendy. Sementara Rusdi berusaha tak memikirkan apa yang
digendongnya.
"Itu ada gapura!" Naomi menunjuk sebuah gapura dari kejauhan.
Tapi tak ada ekspresi senang dari mereka semua, mereka hanya berjalan.
Tepat di depan gapura itu, berdiri seorang pria dengan parang besar
ditangannya. Mereka semua diam. Mereka tak bisa mengenali pria itu
dengan topeng yang dikenakannya.
"Selamat datang! Atau harus ku bilang selamat tinggal?" ucap pria itu
dengan suara berat.
"Kamu siapa?" tanya Rusdi.
Pria itu hanya tertawa sambil membersihkan darah yang ada di
parangnya. Melody dan yang lainnya mulai mundur karna tahu bahwa pria
itu punya niat yang buruk.
"Hei kak Mel, bagaimana keadaan adikmu?" tanya pria itu.
"Kau... kau... ka...u kau yang membunuh adikku kan?" Melody maju
sambil menunjuk pria itu.
"Tunggu Mel, dia berbahaya!" Ve berusaha menahan Melody.
"Aku juga bingung kenapa pohon itu tiba-tiba jatuh." ucap pria itu lagi.
"KAK SENDY!!!" Gre jatuh pingsan.
"kak Naomi mana?" tanya Dendhi.
"Masih mandi! Tadi kesiangan, kalo gak dibangunin pasti sekarang masih
tidur." jawab Rusdi.
"Padahal dia yang ngadain acaranya." ucap Melody.
Beberapa saat kemudian, Naomi keluar dari rumahnya.
"Maaf ya friends." ucap Naomi.
"Cewek kok bangunnya siang?" tanya Dendhi.
"Kamu juga bangunnya siang kali dek." jawab Ve.
"Eh?" Dendhi malu.
Akhirnya mereka pergi menuju terminal untuk berpetualang ke hutan.
Lalu mereka menaiki sebuah bus, mereka duduk bersama kakak
masing-masing dan Sendy duduk dengan Gre. Lalu Rusdi menghampiri
Seena.
"Sen, tau gak apa bedanya saya sama aku?" tanya Rusdi.
"Enggak! Apa tuh?" jawab Seena, lalu kembali bertanya.
"Kalo saya manusia..." jawab Rusdi gantung.
"?" Seena bingung.
"..." Rusdi diam, lalu tersenyum.
"Kalo aku?" tanya Seena.
"MONYET!!! Hahaha!" Rusdi tertawa, lalu kembali ke tempat duduknya.
"Jangan gitu kamu Rus, entar kamu di Smack Down sama dia, dia kan John
Seena." kata Dendhi yang secara tidak sadar membully Seena
"Itu John Cena bemo!" balas Seena sambil menggembungkan pipinya.
"Hahaha… kalian ini ada-ada aja." Gre pun ikut menimpali.
Perjalanan ke hutan membutuhkan waktu sekitar empat jam. Sesampainya
dihutan, mereka langsung menghubungi petugas yang sedang berjaga untuk
mendaftarkan diri mereka. Sejenak Dendhi melihat sekelebat bayangan.
"Hmm… mungkin cuma imajinasi ku aja." pikir Dendhi .
"Den, kamu kenapa ?” Tanya Ve heran.
"Ahh... enggak kok kak." balas Dendhi.
Tak lama kemudian mereka pun mulai berjalan-jalan di hutan. Seena dan
Rusdi sedang asyik bersenda gurau, Dendhi dari tadi hanya berjalan
dengan perasaan tak enak.
"Kenapa perasaan ku jadi enggak enak gini ya?” Tanya Dendhi dalam hati.
"Kak Sen, nyanyi dong! Suaranya kak Sendy kan bagus." pinta Seena.
"Ada-ada aja kamu! Ini kan di Hutan, bukan di tempat tertutup. Kalo
dimakan macan gimana?" jawab Sendy bercanda.
Seena yang mendengar hal itu langsung ketakutan, dia lalu memeluk
kakaknya. Melody langsung berbicara kepada Sendy.
"Kamu ini ada-ada aja Sen, tinggal nyanyi aja kok repot." ucap Melody.
"Iya-iya." balas Sendy, lalu Sendy mulai bernyanyi .
"Jangan ngelamun kalian kalo pengen selamat." teriak Dendhi.
Pandangan semua orang pun tertuju pada Dendhi, bahkan Sendy sudah
berhenti bernyanyi.
"Apaan sih Den, jangan bikin parno deh!" gerutu Rusdi.
"Iya nih, bikin merinding aja." kata Gre.
Dendhi hanya terdiam, mereka lalu berjalan lagi menyusuri Hutan itu.
Mereka mungkin tak sadar kalau Dendhi tertinggal jauh di belakang.
Dendhi sedang terdiam mematung karna sebuah kilatan tentang sesuatu
yang buruk akan terjadi pada mereka.
"Aku harus ngajak mereka pergi secepatnya dari sini!" ketika dia
sadar,mereka semua sudah tak ada.
"Mereka di mana? Aku harus cepat menemukan mereka!" perasaan Dendhi
semakin kacau karna tak ingin kilatan tadi menjadi kenyataan.
"Lho, Dendhi mana?" tanya Ve, yang sadar bahwa Dendhi sudah menghilang.
"Tadi bukannya dia dibelakang kak Ve?" tanya Gre.
"DENDHI!!! DENDHI!!!" teriak Ve.
"Tenang Ve, paling adik kamu lagi kencing di pohon." ucap melody
berusaha menenangkan sahabatnya.
Mereka pun akhirnya kembali mencari Dendhi. Tak lama kemudian, mereka
bertemu dengan Dendhi.
"Ayo semuanya kita pulang!" ucap Dendhi.
"Kenapa resleting kamu nyangkut?" tanya Melody.
"Bukan, punya aku masih utuh kok mau liat?" jawab Dendhi.
"Ihhh JIJIK!!!" ucap Melody dan Seena bersamaan.
"Waduh!" Dendhi terkejut mendengar jawaban kedua kakak beradik tersebut.
"Dek temenin kakak sebentar yuk." ajak Melody.
"Siap boss!" Seena dan Melody langsung bergegas menuju ke sungai,
kemudian mereka berdua sampai di sungai yang aliran air nya sangat
bening.
Sebuah teriakan memecah keheningan Hutan yang sedari tadi sunyi.
Mendengar teriakan itu, Naomi dan yang lainnya langsung berlari menuju
sumber suara. Disana mereka menemukan Melody diatas genangan darah.
"Mel, kamu enggak apa-apa?" tanya Naomi.
"Seena hilang, tadi aku cuci muka sebentar lalu Seena hilang" jawab Melody.
"Ini darah, DARAH!!!" Rusdi panik.
"Kak, darah ini sampe ke sana! Coba kita ikuti, mungkin kita tau Seena
dimana!" balas Dendhi, mereka lalu pergi mengikuti jejak darah
tersebut.
Dan mereka menemukan Seena tertancap ke sebuah pohon dengan kepala
hancur dan wajah yang tak dapat di kenali. Hanya pakaian yang
dikenakannya lah yang menjadi tanda pengenal.
"SEENA!!!" Melody pun mencabut dahan yang menancap pada tubuh Seena
dan menurunkan mayat nya.
"Kak, kita enggak punya banyak waktu! Kita harus pergi sebelum gelap!"
ajak Dendhi.
"Aduh!" rintih Ve.
"Kak Ve kenapa?" tanya Gre.
"Enggak tau Gre, tadi pas jalan kayak ada yang narik kaki kakak.
Sepertinya kaki kakak terkilir." Ve merintih.
"Kak, tahan ya. Ini mungkin agak sakit." kata Rusdi.
"Auuw.. sakit!" Ve setengah berteriak.
"Maaf kak, sekarang gimana? Udah mendingan?" tanya Rusdi.
"Udah kok, makasih ya Rusdi." ucap Ve.
Langit sudah mulai menghitam, dan rintik-rintik hujan mulai jatuh.
"Kak, udah mendung nih!" kata Rusdi.
"Ayo cepetan, entar kita kehujanan!" Ajak Naomi.
Mereka pun berlari karna sudah tak ingin berlama-lama berada didalam
Hutan. Meski sambil menangis, Melody terus berlari membawa mayat
adiknya. Pohon yang ada di depan mereka tiba-tiba tumbang. Mereka
melompat untuk menghindar, namun Sendy bernasib kurang beruntung.
Pohon itu menghatam tubuhnya dengan keras, menghancurkan kaki dan juga
perut nya. Membuat usus serta darahnya membasahi dahan pohon.
"KAK SENDY!!!" Gre mencoba mendorong dahan pohon yang menimpa tubuh Sendy.
"Ayo cepat kita pergi!" Rusdi memohon.
"Kak Sendy harus ikut!" Gre menangis.
"Badannya saja sudah hancur, gimana cara bawanya?" balas Rusdi.
Naomi menampar adiknya hingga jatuh tersungkur ke tanah.
"Kamu jangan egois, jadi laki laki jangan lemah!" Naomi membentak
adiknya yang sedang jatuh memegangi pipinya.
"Maaf kak!" rintih Rusdi.
Naomi pun melepas jaketnya dan membentuknya seperti sebuah mangkuk.
Dia lalu berjongkok di sebelah Gre dan mulai mengumpulkan apa yang
tersisa dari Sendy.
"Kamu gendong mayatnya!" perintah Naomi pada adiknya.
Rusdi hanya diam dan menggendong sisa-sisa mayat sendy, sementara
organ dalam yang telah dikumpulkan oleh Naomi diberikan kepada Gre.
Mereka pun melanjutkan perjalanan dengan dua teman mereka yang sudah
tak bernyawa. Liburan yang dimulai dengan gelak tawa tak mereka sangka
berubah menjadi sebuah tragedi. Ve dan Dendhi hanya diam sepanjang
perjalanan, tak ada lagi candaan yang bisa mereka keluarkan. Dengan
pandangan mata yang kosong Melody menggendong adiknya. Gre dengan
hati-hati berjalan karna tak ingin menjatuhkan apapun yang tersisa
dari Sendy. Sementara Rusdi berusaha tak memikirkan apa yang
digendongnya.
"Itu ada gapura!" Naomi menunjuk sebuah gapura dari kejauhan.
Tapi tak ada ekspresi senang dari mereka semua, mereka hanya berjalan.
Tepat di depan gapura itu, berdiri seorang pria dengan parang besar
ditangannya. Mereka semua diam. Mereka tak bisa mengenali pria itu
dengan topeng yang dikenakannya.
"Selamat datang! Atau harus ku bilang selamat tinggal?" ucap pria itu
dengan suara berat.
"Kamu siapa?" tanya Rusdi.
Pria itu hanya tertawa sambil membersihkan darah yang ada di
parangnya. Melody dan yang lainnya mulai mundur karna tahu bahwa pria
itu punya niat yang buruk.
"Hei kak Mel, bagaimana keadaan adikmu?" tanya pria itu.
"Kau... kau... ka...u kau yang membunuh adikku kan?" Melody maju
sambil menunjuk pria itu.
"Tunggu Mel, dia berbahaya!" Ve berusaha menahan Melody.
"Aku juga bingung kenapa pohon itu tiba-tiba jatuh." ucap pria itu lagi.
"KAK SENDY!!!" Gre jatuh pingsan.
To be Continued.....................................
Tidak ada komentar:
Posting Komentar