Persis dengan apa yang mereka janjikan, mereka pulang bersama dengan sepeda butut milik Adit. Hal yang tidak lumrah dilakukan oleh seorang Idol. Tapi itu tak masalah bagi Ve, asalkan dia bisa berdekatan dengan orang yang ia cintai.
Sebelumnya, diparkiran sepeda. Ketika Ve hendak naik kebelakang bagian sepeda, Adit menyodorkan sesuatu. “pakai ini” perintahnya pada Ve.
Ve meraihnya, “untuk apa?” Ve benar-benar bingung kenapa Adit memberinya kacamata Tsundere.
“untuk penyamaran. Oke?” jawab Adit diiiringi tawa kecilnya membuat Ve makin bingung.
“Golden Rules, Ve” tambahnya kemudian.
‘Astaga, kenapa aku lupa kalau aku ini idol yang terikat oleh sebuah aturan yang tidak manusiawi itu?’ ucap Ve dalam hati, pikirannya masih dalam lamunan mengamati kacamata tsundere ini, ‘hah. Yang ada orang mengira aku cewek sok kecantikan pakai ginian di siang hari’
“udah jangan kebanyakan mikir. Pakai aja. Dari pada berita siang ini menjadi TTWW di twitter nanti, ‘kan ga lucu kalau salah paham gitu” ucap Adit yang sudah siap diatas sepedanya menyadarkan Ve dari lamunannya yang kemudian terpaksa mengikuti perintah konyol Adit. Scene berikutnya, Ve menaiki sepeda Adit dan melingkarkan kedua tangannya di pinggang Adit. Mesrah sekali. Orang yang melihatnya pasti mengira kalau mereka pacaran.
Semilir angin berhembus membuat Ve menyenderkan kepalanya di punggung Adit. Nyaman sekali. Mereka semakin dekat sehingga tak ada dinding yang menghalangi mereka untuk bersentuhan satu sama lain. Detak jantung keduanya pun makin tidak karuan.
Adit memegang erat tangan Ve di pinggangnya, sedikit ada getaran pada tangannya. Ve bisa merasakannya. Ini membuat Ve yakin kalau sebenarnya Adit juga mencintainya.
‘Jika suatu hari nanti Adit mengutarakan perasaan cintanya padaku, sudah pasti akan aku terima. Kalaupun karena ini aku harus graduate dari jkt48, tetap akan aku lakukan demi Adit yang aku cintai. Mimpiku? Aku yakin ada jalan lain untuk mewujudkannya. Sedangkan Cintanya? Adakah cowok lain yang mampu membuatku sebahagia ini? Sampai detik ini pun aku belum menemukannya’ pikiran picik bersarang dalam otak Ve hanya karena Cinta. Cinta searah yang tak terungkapkan dalam kata-katanya.
Adit menoleh ke bagian belakang sepedanya. Tak nampak gerakan yang Ve perlihatkan selain terlihat nyaman menyenderkan kepalanya pada punggung Adit. Mungkin Ve tertidur. Seketika, keisengan terlintas di benak Adit. Dengan sengaja ia memberhentikan laju sepedanya dengan mendadak, membuat kepala Ve terdorong ke depan mengikuti punggung Adit yang sudah lebih dahulu terdorong ke depan dan Ve pun kembali di alam sadarnya dari lamunan piciknya.
“Ada apa, Dit?” tanya Ve polos
Adit agak bingung mencari alasannya. Kalau Ve sampai tau kalau tadi hanya keisengannya saja, pasti Ve kembali bad mood seperti pagi tadi. Celingak-celinguk tidak jelas sampai matanya tertuju pada penjual es krim.
“Sebentar yah” Adit turun dari sepedanya. Sedangkan Ve menepi ke trotoar yang kebetulan ada sebuah bangku kayu panjang. Ve menunggu Adit di sana.
Selang beberapa menit, Adit datang membawa dua es krim.
“Satu untuk kamu. Satu untuk aku” ucapnya sambil memberi es krim rasa coklat itu kepada Ve. Romantis sekali.
“Setelah lulus nanti kamu mau kemana, Ve? Apa masih menjadi member jkt48?” Adit mencoba membangun percakapan dengan orang yang duduk disampingnya itu.
“Menjadi member jkt48 hanya sebagai jembatan aku untuk mewujudkan impianku yang sebenarnya, Dit. Aku nggak akan selamanya di jkt48. Suatu saat nanti, kalau aku sudah dapat mengembangkan potensi yang aku punya di jkt48 ini, aku akan memutuskan untuk graduate dan aku akan mencoba merambah ke dunia modeling. Dunia yang selama ini aku cita-citakan. Karena aku ingin jadi top model indonesia. Kalau bisa sih, internasional. Hehe harapanku ketinggian yah?” jelas Ve panjang lebar yang diakhiri tawa kecil yang tersirat ada kepesimisan dalam diri Ve.
“nggak lah. Meski harapan kita tinggi, asalkan kita udah berniat dan berusaha keras mewujudkannya, aku yakin harapan itu akan terwujud. Ingat lagu shonici? ‘Usaha keras itu tak akan mengkhianati’ dan aku akan selalu support kamu kok, Ve. Sampai kapan pun itu” sebagai fans, teman atau pun sosok yang mencintai Ve, Adit benar-benar mampu menjadi teman bicara yang asyik, yang tidak menjatuhkan dan tidak pula membanggakan Ve. Hanya kata-kata dukunganlah yang saat ini menjadi jurus andalannya.
Lama mereka terdiam. Karena Ve sibuk memikirkan kata-kata Adit tadi. Sebuah kalimat yang tidak terlalu panjang, namun untuk mengaplikasikannya sangat susah. Kerja keras? Yah. Tiga tahun lamanya Ve telah berusaha keras. Sekarang ia cukup menunggu buah impian itu terwujud dikemudian hari. Keyakinan itu kini berada dalam diri Ve.
Tiba-tiba, Adit mengarahkan matanya pada bibir Ve. Lama ia mengamati. Entah untuk apa. Kemudian wajahnya ia dekatkan pada bibir Ve, terlihat seperti akan mencium. Semakin dekat dan dekat. Meski Ve menggunakan kacamata hitam, ia mampu melihat scene itu dengan jelas. Matanya terpejam seolah Ve sudah memasang kuda-kuda kalau Adit mencumbunya. Ketika jarak itu semakin dekat, terpaut 10 cm bibir Adit dengan bibir Ve, tak di sangka oleh Ve, ibu jari Adit mengusap sisa-sisa es krim di sudut bibir Ve.
“kayak anak kecil aja kamu, Ve. Makan es krim masih belepotan gitu” ucapnya berhasil membuat mata Ve terbelalak dibalik kacamata hitamnya. Malu sekali. Itu rasa yang ia tunjukkan dalam salah tingkahnya setelah mendengar ucapan Adit.
***
Makin hari, hubungan mereka semakin dekat. Dekat bukan berarti pacaran. Status mereka menggantung. Sebuah kata “pacaran” pun belum mereka ikrarkan.
Malam ini, sepertinya Adit sudah tidak bisa lagi membendung perasaannya. Dengan kemeja kotak-kotak biru kecil lengan pendek di padupadankan dengan celana jins hitam, Adit menghadap bayangan dirinya dalam cermin. Berlatih merangkai kata cinta yang indah untuk Ve.
Ketika ia merasa sudah siap, sesegera mungkin Adit kerumah Ve. Dia mengendap-endap jalan ke pekarangan rumah Ve. Sebuah batu kecil yang dibungkus dengan sebuah kertas memo, dia lemparkan tepat pada jendela kamar Ve yang kebetulan masih terbuka.
‘Tukk’ sebuah batu kecil mengenai kepala Ve.
“Aw. Apaan ini?” Ve membuka kertas memo itu, ‘Yuk, kita keluar’.
‘Siapa yang mengirimkan ini?’ Ve penasaran, lalu dia menengok di balik jendela kamarnya, ternyata ada Adit di bawah. Dengan gerakan tangannya, Ve bisa membaca isyarat bahwa Adit memaksanya untuk keluar. Ve mengangkat ibu jarinya sebagai pertanda dia bersedia. Cepat-cepat ia berlari kebawah, menuruni tiap anak tangga yang menghubungkan lantai bawah dengan lantai atas. Hati Ve berbunga-bunga. First time, Adit mengajaknya keluar malam. Ngedet? Mungkin. Yang pasti ini untuk kali pertama dirinya keluar bersama seorang cowok semenjak embel-embel 'idol’ melekat pada dirinya. Dalam hatinya, muncul harapan kalau malam ini Adit akan mengungkapkan sebuah kata cinta untuknya. Pasti akan menjadi malam yang bersejarah untuk hidupnya.
***
Di atas gedung pencakar langit, Adit mengajak Ve menikmati betapa indahnya kota metropolitan ini di malam hari. Kilauan lampu-lampu kota layaknya ‘kunang-kunang’ menambah kesan romantis malam ini. Senyum tak bisa lepas dari bibir Ve. Benar-benar membuatnya tercengang kagum.
“Ve. Sebenarnya tujuan aku mengajak kamu ke tempat ini karena ada sesuatu yang ingin aku sampaikan ke kamu” ucap Adit hati-hati, takut mengganggu Ve yang masih diliputi perasaan gembira malam ini.
“Mau menyampaikan apa, Dit?” tanya Ve yang masih memakukan pandangan matanya pada ‘kunang-kunang’ buatan manusia itu.
Adit mulai memberanikan diri memegang kedua pundak Ve, memaksanya agar berhadapan dengannya. Mata bertemu mata. Kembali detak jantung keduanya tak karuan. Selanjutnya, Adit memegang kedua tangan Ve, bersiap merangkai kata-kata yang sudah ia latih sebelum mengajak Ve ke tempat ini.
“Ve. Tiga tahun lamanya aku kenal kamu. Itu bukan waktu yang singkat. Aku sangat bahagia melewati masa tiga tahun itu dengan mengenal sosok Veranda. Sebagai seorang fans aku bisa menjadi saksi perjalanan karier kamu. Dari Ve yang mungkin hanya satu dua orang yang mengenalnya, sampai sekarang hampir semua orang yang mengakui fans jkt48 mengenal siapa Veranda. Aku ingin terus menjadi seseorang yang sampai kapan pun bisa mensupport kamu sampai kamu bisa mewujudkan impianmu. Ve, sebenarnya aku ... ”
Tiba-tiba, Adit menghentikan ucapannya Entah dia telah kehilangan kata-kata indah untuk mewakili perasaannya. Atau ... (?)
Terlintas seketika ucapan Ve untuk dirinya beberapa waktu lalu dalam otaknya, ‘Aku menginginkan kamu sebagai sahabat aku. Yah...hanya sabatan kok. Ga lebih dari itu’. Adit pun sadar akan adanya ‘golden rules’ yang tiap kali bisa saja ‘mengeluarkan member’ yang melanggarnya. Jelas, Adit tak menginginkan itu terjadi pada Ve. Karena hal itu akan menghancurkan impian Ve.
“Sebenarnya apa, Dit?”
‘Katakan Dit, kalau sebenarnya kamu ingin aku menjadi pacar kamu’ GR-nya hati Ve menebaknya. Mungkin karena mereka sudah terlalu dekat jadi dengan mudahnya Ve membuat tebakan kalau Adit akan mengucapkan kalimat itu.
“Dit?”
“Ehhmm”
“Kok jadi melamun sih? Sebenarnya apa. Dit?” Ve mengulang pertanyaannya, ia sungguh tidak sabar mendengar kalimat tebakannya masuk dalam gendang telinganya.
“Sebenarnya aku...aku...aku ingin kamu menjadi sahabat aku selamanya”
Deg. Ve terkejut dengan apa yang ia dengar dari mulut Adit. “Sahabat?” hanya kata itulah yang saat ini bisa Ve keluarkan dari bibirnya. Terdengar sedikit bergetar. Air matanya pun hampir saja menetes, namun Ve tetap berusaha untuk membendungnya. Ve tak mau terlihat rapuh hanya karena cinta.
“Aku nggak mau kehilangan sahabat se-chubby kamu, Ve. Kamu itu sahabat aku yang lucu dan ngegemesin” ucap Adit memijit-mijit kedua pipi Ve yang memang sedikit gembul. Dia melakukan ini untuk mencairkan suasana yang sedikit menegangkan bagi keduanya tadi. Mungkin Ve menganggapnya sebagai orang yang tidak peka sama sekali. Tapi itu salah besar. Dia peka. Bahkan sangat peka. Dia juga mampu menarik kesimpulan kalau Ve juga menyukainya. Ini bukan ke GR-an belaka tanpa alasan. Nampak dari respon Ve yang tiba-tiba merubah raut wajahnya menjadi suram kecewa. Ditambah dengan mata yang sudah berkaca-kaca, Adit yakin bukan jawaban itu lah yang Ve harapkan keluar dari bibirnya. Semua sudah terjadi, Ve terlihat begitu terpukul. Ve lari tiba-tiba dan Adit pun tak mampu mengejarnya. Mungkin lebih baik seperti ini daripada makin menyisakan luka di hati Ve lagi. Malam yang seharusnya menjadi malam terindah bagi keduanya malah menjadi hitam kelabu. Adit pun terduduk lesu melihat punggung Ve yang sudah lenyap dari hadapannya. Baginya lebih baik ditolak cintanya mentah-mentah daripada harus merasakan sakit hati karena membuat goresan luka dalam hati seorang yang ia cintai.
***
Keesokan harinya, di sudut kelas Adit terlihat murung sekali. Ve melihat itu dari balik jendela kelasnya. ada keinginan menghampiri Adit sekedar untuk bertanya, ‘kamu kenapa?’ namun rasa sesak semalam masih ia rasakan. Terlebih lagi, ia melihat Ivan seorang sahabatnya mendekati Adit, membuat Ve berpikir Ivan-lah yang mungkin lebih Adit butuhkan ketimbang dirinya. Ve pun memutuskan untuk berjalan menjauhi kelas mereka.
“Lu kenapa, Sob?” Adit tak menjawabnya.
“Kencan semalam lu?” lagi-lagi Adit tak membuka suaranya.
“Gue bilang juga apa, Dit. Ve nggak akan nerima cinta lu. Kita berbeda dengan dia. Dia seorang Idol. Kita? Rakyat jelata. Buat ngebiayain sekolah aja sampe harus kerjapart time. Mana mungkin dia mau sama lu?” ucap Ivan sok tau, walaupun niatnya untuk menyadarkan Adit agar tidak larut dalam kesedihannya kini. Namun, Adit tak menangkap niatan baik itu. Emosinya membara . Adit menjinjing kerah baju Ivan. Kepalan tangan tengah ia siapkan untuk menonjok sahabatnya itu.
“Jaga bicara lu...!!! Ve berbeda dengan Idol lainnya. Dia nggak pernah melihat seseorang dari materi..!!”
“Sabar, masbro. Gue cuma mengajak loe berpikir realitis ajah. Lu jangan tersinggung dengan ucapan gue dong. Harusnya lu termotivasi dengan kata-kata gue. Kalau lu benar-benar mencintai Ve, lu harus menjadi orang sukses dulu. Pantaskan diri lu, maka dia pantas buat lu. Gue yakin lu bisa”
Perlahan Adit melepaskan tangannya dari kerah Ivan. sepertinya emosi Adit sudah sedikit mereda mendengar ucapan sahabatnya itu.
'Bener kata Ivan, aku harus sukses agar aku pantas bersanding dengan Ve. Aku akan bahagiakan kamu, Ve. Aku akan menunggu kamu graduate. Selama apapun itu. Dan aku akan berusaha untuk sukses. Demi kamu, Veranda' Tekad Adit sangat kuat.
Lima tahun setelah hari itu, tepat di balik meja, seorang pria ber-dasi tengah membaca sebuah koran. Dia Adit. Kini, dia telah sukses menjalankan bisnislighstick-nya. Ternyata hobby ngidol-nya dulu, mampu merubah kehidupannya. Dia menjadi salah satu dari sekian banyak pengusaha muda Indonesia yang mendulang kesuksesan yang luar biasa. Dia sangat pandai membaca situasi remaja Indonesia yang gemar dengan musik j-pop dan k-pop. Dimana setiap pergelaran konser idola mereka akan ada lautan lightstick yang meramaikannya.
Lembar demi lembar di bukanya, sungguh tidak ada yang menarik pandangannya untuk membaca detail isi berita koran itu sampai suatu ketika sebuah headline'Veranda seorang eks-member JKT48 yang kini tengah menjadi TOP model Indonesia berencana melebarkan kariernya ke dunia Internasional' berhasil mengalihkan pandangannya. Matanya terbelalak. Benarkah ini? Tangannya langsung memijit-mijit nomor pada keypad Hapenya namun nihil jawaban yang didapat dari nomer yang tersambung itu adalah suara dari operator telepon ‘Nomor yang anda tuju salah. Cobalah beberapa saat lagi’'.
“Arrghh. Ve apa nomermu sudah ganti? Bagaimana caranya aku menghubungimu? Aku kangen kamu, Ve” kekelautan muncul dalam benak Adit. Seolah Adit tak sabar untuk mengatur pertemuannya dengan Ve. Bagi Adit inilah kesempatan emas untuknya mengutarakan sebuah perasaan dan melamar Ve.
Tok.Tok.Tok. “Permisi Pak Adit”
Adit tersadar akan adanya seseorang yang mengetuk pintu ruangannya, “Iya. Kinal. Silahkan masuk” Perintahnya kepada sang sekretaris yang bernama Kinal.
Kinal masuk, kemudian langsung mengambil posisi duduk berhadapan dengan Adit. Dia menyodorkan sebuah map yang berisi scedule kerja Adit. “Begini pak. Besok bapak ada acara launching sebuah toko di daerah Jakarta, tepatnya di japan mall sekitar pukul 11 siang”
“Owh. Iya. Tolong besok kamu dampingi saya untuk mendatangi acara tersebut dan atur segala sesuatunya”
“Siap pak. Saat ini juga saya akan pesan tiket pesawat ke Jakarta”
***
Di waktu yang sama namun berbeda tempat, Ve merebahkan tubuhnya di atas ranjangnya. Capek sekali. Jadwal yang padat sukses menyita tenaganya. Ini saat yang tepat baginya untuk beristarahat melepas lelah. Setengah jam berlalu, namun matanya belum ingin terpejam. Seketika dia melihat jari manisnya yang sudah terlingkarkan oleh cincin yang sangat indah. Di bolak-balik telapak tangannya, cincin itu sudah terasa sangat pas ia kenakan. Namun ada yang membuatnya kurang nyaman. ‘Seharusnya kamu, Dit yang melingkarkan cincin tunangan ini di jari manisku” Gundah gulana menyerangnya. Lima tahun berlalu, selama itu pula kabar tentang Adit, sosok yang ia cintai tak pernah ia dengar. Lama ia menanti, namun rasanya itu hanya sia-sia belaka. Adit tak kunjung datang menemuinya. Sungguh lelah, kepercayaan cinta Ve akan cinta Adit yang dapat membahagiakannya seolah sirna sedikit demi sedikit seiring dengan berjalannya sang waktu. Hingga datang seorang Pria yang memang sudah dekat dengan Ve selama ia memasuki dunia entertain ini. Dan pria itu pula yang mengantarkan Ve pada gerbang kesuksesannya. Oleh karenanya, seketika pria itu melamar Ve, Ve-pun mengiyakannya. Ini bukan berarti Ve telah mampu melupakan Adit, namun Ve benar-benar telah lelah menanti Adit.
'Hah. Mungkin Adit juga telah dimiliki oleh orang lain' buruk sangka Ve dalam kegalauan hatinya.
***
Keesokan harinya, Ve tengah berada di japan mall. Ia diundang menjadi tamu istimewa dalam acara launching sebuah toko ligtstick di sana. Sesekali ia menilik jam yang melingkar dipergelangan tangannya. ‘Kapan acaranya dimulai?’ gusarnya dalam hati. Ve tak suka dengan adanya jam karet seperti ini. Sungguh tidak profesional. Ve berjalan-jalan selangkahnya kakinya, karena ia tak tau kemana arah yang ingin dia tuju. Satu yang ia pikirkan mempercepat waktu, agar ia tak lama menunggu. Matanya menyapu sekeliling mall, sampai dia tak sadar ada sepasang manusia yang berjalan berlawanan arah dengannya dan mendekatinya. Mereka semakin dekat dan....
‘Bruuggggh’
“Kalau jalan pake mata dong, mbak...!!!’ kasarnya seorang pria berdasi itu berkata. Bagaimana tidak? Minuman yang ia pegang sukses ditumpahkan oleh Ve akibat insiden tabrakan tadi. Padahal pria itu akan menghadiri sebuah acara yang sangat penting bagi dirinya. Sungguh tidak mungkin untuk memakai jas yang telihat basah seperti ini.
Ve merasa bersalah, Dia mengambil sebuah sapu tangan dalam tas jinjingnya. Lalu mengusapkannya pada bagian dada pria itu. “Maaf, aku nggak sengaja”
Pria itu memperhatikan wajah Ve dengan seksama, Ia sangat mengenalnya. “Veranda?” ungkapnya.
Suara lembut pria itu masuk dalam gendang telinga Ve. Suara yang sangat ia rindukan. Ve mendongakan pandangannya secara perlahan. “Adit?” sangat jelas mereka berpandangan.
Senangkah? Bencikah? Dengan pertemuan yang Tuhan takdirkan secara mendadak seperti ini? Semua campur aduk dalam batin Ve. Dia senang karena pada akhirnya dia dapat bertemu dengan sosok yang ia cintai. Namun rasa benci itu pun muncul sesaat ketika melihat sosok wanita muda disebelah Adit. Wanita yang tak kalah cantik jika dibandingkan dengan dirinyanya.
‘Siapa dia?’
‘Dia-kah sosok wanita yang beruntung mendapatkan cintamu, Dit?’
‘Apa dia sosok yang bisa membuat kamu melupakan aku?’
Berbondong-bondong pertanyaan picik bersarang dalam pikiran Ve. Membuatnya merasa sedikit cemburu.
“Maaf. Aku lagi buru-buru” ucap Ve tiba-tiba yang kemudian melangkah pergi. Namun Adit mengunci pergelangan tangan Ve, menghentikan langkah Ve. Kemudian membalikkan paksa bahu Ve. Sebenarnya banyak hal yang ingin Adit ucapkan saat ini pada Ve termasuk ungkapan perasaannya. Namun ini bukanlah saat yang tepat. “Please nanti malam kamu temui aku di atas gedung itu. Ada sesuatu yang penting yang ingin aku sampaikan ke kamu” Kalimat permintaan yang tidak panjang namun sangat jelas terlontar dari mulutnya. Entah itu akan Ve penuhi atau tidak. Cuma satu harapannya, dapat memberikan sebuah kepastian akan cinta dihati keduanya.
***
Di bawah taburan bintang di malam ini, Ve menunggu Adit tepat diatas gedung pencakar langit, tempat yang mereka janjikan siang tadi. Dinginnya angin malam menusuk badan Ve, Sedikit ia mngggosok-gosok kedua telapak tangannya lalu ia tempelkan tepat dilehernya guna memberi kehangatan. Tempat ini sukses membuka kenangan mereka dikala mereka sedang mengenyam bangku SMA. Lima tahun yang lalu tempat ini menjadi saksi bisu kencan pertama mereka yang awalnya penuh dengan kebahgian namun diakhirnya menyisakan sebuah rasa sakit yang mendalam diantara keduanya yang menanti sebuah kepastian akan cinta yang mereka pendam kala itu.
Keraguan muncul dalam benak Ve akankah Adit menepati janjinya atau tidak. Sudah satu jam berlalu, namun belum ada tanda-tanda kedatangannya. Jenuh sekali Ve menungguinya.
Tiba-tiba terdengar suara, “Maaf, membuat kamu menunggu lama” Ve menoleh ke arah sumber suara itu lalu memberikan senyuman hambar.
“Kamu lagi sakit, Ve?” tanyanya memberikan perhatiannya dan duduk di samping Ve.
“Nggak kok. Aku sehat. Sehat banget malah”.
“Syukurlah”
Mereka terjebak dalam keheningan. Seolah tak ada sesuatu yang menjadi bahan obrolan mereka. Padahal Ve sangat ia menanyakan berbagai pertanyaan yang sempat mengganggu pikirannya siang tadi plus tentang Adit yang tak kunjung memberinya sebuah kabar.
“Ve, Aku seneng banget bisa ketemu kamu lagi. Akhirnya Tuhan menjabah do’a-do’aku. Oh iya. Selamat yah, kamu udah bisa wujudin mimpi kamu sekarang” pintarnya Adit berbasa-basi. Ini memuakan bagi Ve. ‘Sebenarnya pertemuan ini untuk apa? Hanya untuk memberiku selamat akan kesuksesanku? Bukannya tadi siang dia ingin mengucapkan sesuatu yang penting padaku? Tapi mana? Apakah ini sesuatu yang penting itu?’ Geram Ve dalam hati membuatnya menggenggam erat gaunnya mencoba menahan emosinya. Adit menyodorkan tangannya guna mmberi selamat. Namun Ve tak menyambutnya. Ve merasa tak bisa menahan emosinya lagi, sebuah tamparan keras ia daratkan pada pipi kanan Adit.
Adit kaget akan perilaku Ve. “Aku salah apa sama kamu, Ve?” Tanya Adit yang tak terima dengan tamparan Ve.
“Kamu masih tanya, salah kamu apa? kamu itu jahat...!!” Bentak Ve.
“Jahat? Kamu kenapa sih, Ve? Tiba-tiba marah seperti ini? Kamu nggak suka ketemu sama aku?” Nada-nada Adit ikut meninggi seiring kebingungan Adit akan arah pembicaraan Ve.
“Kenapa kamu nggak pernah ngabarin aku? Tentang keberadaan kamu? keadaan kamu? Aku cemas jika sesuatu terjadi kepada kamu. Tapi Kenapa kamu nggak pernah ngertiin perasaan aku, Dit? Apa karena cewek siang itu kamu jadi melupakan aku?” tanya Ve bertubi-tubi membuat lensa matanya terlihat tergenang oleh air mata yang tertahan. Sangat sakit mngucapkan pertanyaan itu. Meskipun ujung-ujungnya ia lega bisa mengucapkannya.
“Karena aku ngertiin kamu, aku bersikap seperti ini. Jujur, aku sangat mencintai kamu, Ve. Kamu ingat? Sewaktu aku mengajak kamu ke tempat ini? Sebenarnya aku ingin mengungkapkan perasaan aku ke kamu. Tapi, waktu itu aku merasa belum pantas buat kamu, kamu terlalu tinggi untuk aku capai, aku juga nggak mau menghancurkan mimpimu. Aku bertekad untuk sukses agar aku pantas buat kamu. Lima tahun sudah, aku jatuh bangun dengan usaha yang aku rintis dari nol sampai sekarang aku bisa sukses. Maaf kalau aku nggak pernah ngasih kabar apapun ke kamu. Itu karena aku ingin kamu juga fokus terhadap karier dan cita-cita kamu. Satu lagi, untuk cewek yang jalan bersamaku siang tadi. Dia sekretaris aku. Aku nggak pernah bisa mencintai cewek lain selain kamu, Ve ” Jelas Adit panjang lebar membuat tangis Ve menjadi pecah. Ternyata selama ini Adit mencintainya. Terpaksa harus dipendamnya demi Ve. Demi mimpi Ve. Ve pikir Adit tidak pernah mengerti tentang perasaannya, namun nyatanya Ve-lah yang tidak pernah mengerti perasaan dan posisi Adit saat itu.
Adit mengusap air mata Ve yang jatuh dengan kedua tangannya. “Maafin aku, Ve. Karena sikap aku, kamu jadi berburuk sangka terhadap aku dan membuat perasaan kamu sesakit ini. Bisa-kah kita memulainya kembali? Mengenang kenangan SMA kita dulu dan mewujudkan cinta kita yang tertunda?” ucap Adit, yang sebenarnya kata-kata ini-lah yang ingin Ve dengar dari mulut Adit kala itu ditempat ini juga.
Ve menggeleng lemah. Adit mengira Ve masih menyesali prasangka buruknya. Adit-pun memegang erat tangan Ve berniat menguatkannya. Namun, ia merasakan ada yang sesuatu yang berbeda dijari manis Ve, sebuah ‘benjolan’ dapat Adit rasakan kala menyentuhnya. Adit melihat cincin yang melingkar dengan apik-nya di jari manis Ve. Hal ini menimbulkan sebuah pertanyaan besar di hatinya.
“Jangan bilang kalau kamu ... ??“ Ucap Adit menggantung yang takut untuk menerka-nerka.
“Iya, Dit. Aku sudah tunangan setengah tahun yang lalu” jawab Ve seolah mengerti terkaan Adit. Adit-pun langsung melepaskan genggamannya. Tak disangka terkaannya tepat akurat. Hatinya merasa tercabik-cabik mendengar jawaban Ve. Adit langsung berdiri dan berjalan menjauh dari Ve.
“Aaaa...!!” teriak Adit melepaskan kepenantannya yang kemudian terduduk lemah, tenaganya seolah terkuras akan rasa patah hatinya malam ini. Air matanya pun bercucuran. Terlambat sudah.
“Kenapa, Tuhan? Kenapa semuanya harus terlambat? Ini sangat tidak adil untuk cintaku..!!! Di saat aku merasa telah pantas untuknya, kenapa dia telah dimiliki oleh orang lain?” Adit merasa ia telah dipermainkan oleh takdir.
Dari jarak yang tidak begitu jauh, Ve yang sedari tadi diam membisu mengeluarkan suaranya “Jujur, aku juga mencintai kamu, Dit. Bahkan sampai detik ini...!!!” Perkataan Ve membuat Adit menoleh ke arahnya. Adit tak percaya dengan apa yang ia dengar dari mulut Ve. Ternyata Ve masih menyimpan rasa untuknya.
Ve berlari mendekati Adit guna menguatkannya bahwa tidak perlu menangisi apa yang sudah menjadi takdir-Nya. Cara terbaik adalah menerimanya, karena semua yang Tuhan berikan untuk kebaikan makhluk-Nya. Semua akan indah pada waktu-Nya.
“Kita masih bisa menjadi sahabat selamanya kan, Dit?” tanya Ve yang sudah berada dekat dengan Adit menyodorkan kelingkingnya. Adit berdiri dari posisinya yang terduduk lemah. Adit mengaitkan kelingkingnya dengan kelingkin Ve “Pasti” ucap Adit disertai senyumannya. Setelah itu Adit langsung memeluk erat tubuh Ve. Ve tak dapat berkutik. Dia pasrah. Namun Ve sangat menikmati pelukannya. Ini yang pertama dan semoga bukan yang terakhir.
Kepala Ve menempel pada dada bidang Adit. Masih bisa ia rasakan isak tangis Adit yang tertahan. Membuatnya makin bersalah. Andai Ve bisa mengulang waktu, bersabar sedikit menunggu Adit, pasti Ve bisa sepenuhnya memiliki Adit.
“Mungkin cinta yang lahir diantara kita sekedar cinta antara fans dengan idolanya yah, Ve” ucap Adit masih dalam adegan yang sama dengan detik sebelumnya. Kata-katanya begitu menusuk relung hati Ve yang tidak setuju dengan perkataan Adit. Bagi Ve, cinta yang Adit berikan kepadanya adalah cinta sejati. Jauh lebih besar dari cinta seorang fans yang diberikan kepada sang idola. Terlebih Adit mampu menerima keadaan yang menyakitkan ini. Ve harap akan datang sebuah keajaiban Tuhan untuk mempersatukan cinta mereka karena untuk Ve meski jiwanya bukan milik Adit, namun cintanya tetap untuk Adit selamanya.
-THE END-
Karya : Ozil
Dedicated To : Veranda JKT48
Tidak ada komentar:
Posting Komentar