Aku suka tempat ini. Aku suka berada di cafe ini. Duduk di meja yang sama, memesan menu yang sama. Terdengar membosankan ? tidak aku tidak suka perubahan, aku tak suka kejutan, aku tak suka melakukan hal yang baru, hal yang tidak aku tahu. Aku hanya akan melakukan sesuatu yang aku tahu.
Cafe ini bernama White Panda dan itu terletak di ujung jalan. Cafe ini tak terlalu besar, hanya ada beberapa meja yang aku rasa hanya bisa diisi sekitar 20 orang. Aku selalu duduk di meja yang sama, meja keempat dari pintu masuk tepat sebelah jendela cafe. Dari sana aku bisa melihat orang orang berjalan diluar, atau air hujan yang turun membasahi jalan yang sepi.
Naomi datang dengan nampan membawakan pesanan ku, hal sama yang selalu ku pesan semenjak beberapa waktu yang lalu. Chocolate sponge cake dan lemon tea diletakan nya di atas meja. Dia gadis yang cantik, wajah nya selalu terlihat ceria dengan senyuman yang selalu hadir, rambut nya dikucir dengan gaya ponytail mungkin agar rambut nya tak menganggu saat dia bekerja.
Tapi aku yakin dia mempunyai masalah yang membuatnya khawatir, atau seperti itu lah yang aku kira. Dia seperti karakter dalam cerita yang selalu tersenyum tapi menyimpan masalah besar. Tentu aku tak akan bertanya kepada Naomi apa dia benar benar punya masalah.
“Hei Naomi apa kau punya masalah yang ingin kau ceritakan ?” seperti itu yang mungkin ku katakan, tapi tidak aku hanya akan diam dan membiarkan dia melanjutkan pekerjaan nya. Setelah meletakan pesanan ku dia pergi mencatat pesanan di meja lain.
Aku yakin dia sangat sibuk, dia adalah pemilik, koki, sekaligus pelayan di cafe milik nya ini. Meski cafe ini kecil aku yakin jika kau mengerjakan semua nya sendiri pasti akan sangat sibuk. Mungkin itulah masalah yang dia sembunyikan dibalik senyuman manis nya itu.
Chocolate pada kue ini kata nya bagus untuk membangun mood, dan mood yang bagus lah yang aku butuhkan untuk menulis. Dan lemon tea ini meski tak ada fungsi khusus aku memesan nya, tapi rasa nya enak yang sebenarnya tak ku ketahui sebelum nya. Dulu aku memesan teh biasa karena dulu aku berpikir kenapa mencampurkan jeruk ke dalam teh mu, rasa nya pasti aneh.
Hari itu hari hujan dan hanya aku sendiri yang berada di cafe, karena aku datang sebelum hujan turun. Aku memesan menu ku yang sama seperti hari hari sebelum nya, chocolate sponge cake dan teh hangat. Aku sedang berusaha menyelesaikan draft ku tapi rasa nya itu seperti tak akan pernah selesai. Kata kata yang ku tulis hanya berputar putar tak tentu arah, kue ku sudah hampir habis dan aku merasa mood ku tak juga membaik.
“Apa kau ingin memesan lagi ?”
Itu adalah Naomi, dia berdiri menatap kearah ku. Aku melihat pesanan ku dan seperti nya aku memang harus memesan lagi. Aku hanya mengangguk menandakan aku setuju dengan saran nya yang barusan.
“Ibu ku pernah bilang jika kau sedang bingung minumlah teh lemon, itu akan membuat diri mu hangat dan kau bisa berpikir dengan jernih,”
Apa dia baru saja memberikan saran lain kepada ku ? dan bagaimana dia tahu aku sedang bingung ? mungkin aku tak sedang bingung tetapi hanya kesulitan untuk menulis draft ku, mungkin itu hal yang sama.
“Maaf aku nggak bermaksud ikut campur,”
“Tunggu,” ucap ku menghentikan Naomi yang hendak berjalan pergi.
“Iya,” ucap Naomi yang kembali.
“Boleh aku tahu bagaimana kau bisa tahu aku sedang bingung ?”
Naomi diam, mungkin dia sedang berpikir jawaban apa yang harus dia berikan. Pasti dia berpikir jawaban yang tidak menyinggung ku, dia pasti tak ingin kehilangan pelanggan seperti ku, pasti sulit memiliki restoran karena kau harus memikirkan perasaan pelanggan mu.
“Kau memandang keluar dengan pandangan kosong, kau juga bertumpu pada satu tangan jadi aku menarik kesimpulan bahwa kau sedang bingung,”
“Wow aku tak pernah memperhatikan orang lain sebelum nya, kau orang yang baik,”
“Nggak, itu Cuma bagian dari pekerjaan ku,”
Bagian dari pekerjaan ya ? tidak aku rasa kau memang orang yang baik, kau membiarkan ku berada di cafe mu seharian meski aku hanya memesan sedikit. Di tempat lain jika aku hanya memesan menu yang sama mereka tak akan membiarkan ku di cafe mereka seharian, mereka pasti meminta ku pergi jika dengan alasan ada pelanggan lain yang ingin memakai meja nya.
Kau juga selalu tersenyum dengan tulus kepada ku, meski aku orang yang tak terlalu bisa membaca ekspresi wajah orang lain; tapi aku tahu bagaimana membedakan senyuman tulus dan palsu karena aku sering menggunakan yang kedua.
“Aku akan segera membawakan pesanan mu,”
“Satu hal lagi,”
“Ya ?”
“Aku ingin mencoba teh lemon yang kau bilang tadi, aku memang sedang bingung,”
“Baiklah, terima kasih atas pesanan nya,”
Saat selanjutnya Naomi kembali dia membawakan lemon tea yang disarankan nya, dan keraguan ku masih ada tentang rasa nya. Aku mencoba nya sedikit dengan ujung jari ku tentu saja Naomi memandangi ku dengan aneh saat aku melakukan itu, dan saat aku merasakan nya dengan lidah ku; itu tak buruk sama sekali, sedikit asam tapi itu terasa enak.
“Ini enak, terima kasih sudah menyarankan nya,” ucap ku memberitahu nya.
“Syukurlah, saat kau mencelupkan jari mu untuk mencoba nya, aku sempat berpikir bahwa aku sudah salah menyarankan nya. Tapi syukurlah kau menyukai nya,”
“Maaf sudah bertingkah aneh,”
Itu lah saat pertama aku mencoba lemon tea di cafe ini, dan sejak saat itu aku selalu memesan lemon tea untuk menemani kue ku. Berubah nya minuman pesanan ku di cafe ini adalah sedikit dari perubahan bagus yang terjadi dalam hidup ku.
Tapi sudah beberapa lama aku duduk di meja ku tapi layar ku masih kosong, tak ada satu huruf pun yang tersusun disana. Cukup menyedihkan karena aku punya semua hal yang ku butuhkan, kue coklat untuk membangun mood, lemon tea untuk menangkal bingung ( mungkin ada alasan khusus aku memesan teh ini ) dan cuaca yang bagus.
Dari jendela aku bisa melihat langit biru yang cerah, beberapa awan untuk membuat udara cukup hangat. Tak ada angin, awan hitam atau pun angin yang menandakan tak akan turun hujan. Seharus nya tak ada alasan layar ku untuk kosong, tapi semua tak seperti yang seharus nya dan itu buruk.
Ingin rasa nya aku memanggil Naomi dan meminta saran nya, mungkin dia punya menu yang bisa mendatangkan ide cerita untuk ku tulis.
Tapi dia terlihat sangat sibuk, hari ini semua meja terisi penuh yang berarti Naomi harus bekerja keras tapi senyuman nya itu tak pernah lepas dari wajah nya. Tidak aku tak akan menambah kerjaan nya yang sudah cukup banyak, dengan Naomi yang out of options aku harus mencari cara lain agar layar ku bisa terisi oleh rangkaian kata kata.
Aku mengeluarkan novel yang baru ku beli kemarin di bazaar buku murah, sebuah novel yang berjudul Authorpolis. Biasa nya aku membeli novel karena sinopsis atau penulis nya tapi kali ini aku membeli buku ini karena cover nya. Cover buku ini benar benar digambar dengan crayon, yang membuat ku berpikir berapa banyak cover buku yang harus digambar oleh penulis nya.
Aku mulai membaca nya, itu buku yang cukup lucu tentang sebuah kota yang dihuni hanya oleh penulis dan bagaimana seorang diktator jahat yang merupakan penulis yang buruk; sebuah setting cerita yang tak pernah terpikir oleh ku. Cerita berlanjut dengan seorang penulis yang mendapat kekuatan dari tulisan nya sendiri dan bagaimana itu berakhir dengan sekelompok penulis berubah menjadi authorvangers, bagaimana sang penulis tak dituntut oleh Marvel dengan klimaks cerita nya itu.
Setelah selesai membaca novel itu aku membayar dan berpamitan pulang kepada Naomi. Sisa hari ku habiskan dengan rutinitas ku yang biasa saat sampai ke rumah. Mandi, makan dan tidur, kedengaran malas tapi aku tak punya hal lain untuk dilakukan.
Di pagi hari aku mencoba untuk sedikit berolah raga dengan peralatan yang diberikan oleh adik ku, dia khawatir akan kesehatan ku yang tinggal sendiri sehingga dia memberikan ku beberapa alat olah raga yang bisa ku pakai di rumah.
Dia juga sempat mempekerjakan beberapa orang untuk mengurus ku, seorang koki, seseorang untuk membersihkan rumah tapi aku memecat mereka karena alasan ku untuk tinggal sendiri agar aku bisa tenang. Suara mereka saat bekerja itu menganggu ku dan aku benci dengan menu yang selalu berubah serta hal hal baru yang disarankan oleh satu orang lagi yang bertugas untuk membersihkan rumah.
Tentu Siska marah, itu nama adik ku yang mempekerjakan orang orang yang ku ceritakan sebelum nya. Dia bilang selain membantu pekerjaan rumah, orang orang itu juga yang menjaga diri ku agar tetap bisa hidup sehat. Siska bilang dia tak ingin melihat ku mati sendirian di apartemen ku.
Dengan susah payah aku berhasil membujuk Siska untuk membiarkan ku hidup sendiri, kebanyakan alasan ku adalah aku tak suka perubahan, dan setelah banyak kompromi akhir nya dia mengijikan ku untuk hidup dengan tenang. Salah satu dari banyak kompromi itu adalah aku harus selalu berolah raga, memakan makanan sehat yang dia bawa saat weekend, dan dia yang menginap di sabtu dan minggu.
Sarapan ku adalah sereal gandum utuh dan segelas susu, itu adalah menu sarapan yang dipilihkan Siska untuk sarapan ku. Kebanyakan menu yang dipilih Siskan adalah sayuran, ada juga ikan, dan menu sehat lain seperti kale, apa itu kale ? semua itu tak masalah, aku bisa terbiasa dengan mereka, semua demi ketenangan yang bisa ku dapatkan dengan tinggal sendiri.
Aku kembali ke White Panda, Naomi sedang memasak; aku bisa melihat nya dari celah besar yang biasa dia gunakan sebagai jendela penghubung antara dapur dan bagian cafe tempat meja pengunjung berada. Aku rasa dia membutuhkan celah itu untuk melihat keadaan seluruh cafe, karena dia bekerja sendirian aku rasa dia memang harus terus memantau cafe nya.
Dia berbicara tapi aku tak bisa mendengar nya karena jarak kami yang cukup jauh, tapi dari gerak bibir nya aku bisa tahu dia sedang bertanya “Menu yang biasa ?” atau kira kira seperti itu, yang ku jawab dengan anggukan.
Setelah itu aku duduk di meja ku yang biasa, menunggu Naomi membawakan kue dan teh lemon ku. Aku mengeluarkan laptop ku dan memutuskan untuk melanjutkan draft cerita ku yang lain. Semua berjalan dengan baik, Naomi membawakan pesanan ku, aku yang bisa menulis dengan lancar karena aku sudah membuat outline cerita ku sebelum nya; semua berjalan normal sampai ada seorang gadis yang duduk tepat di depan ku.
Aku tak mengenal gadis itu, ini adalah pertama kali nya aku melihat wajah cantik nya. Dia duduk di depan ku dengan senyuman lebar mengembang diwajah nya. Rambut nya pendek sebahu, aku suka potongan rambut itu tapi tetap saja mengapa dia duduk didepan ku.
Aku melirik kearah meja lain dan aku bisa melihat ada lima meja kosong yang bisa diduduki oleh gadis berkemeja hijau yang ada di depan ku sekarang. Alasan aku memilih meja ini karena ini meja yang berada di ujung ruangan, dan biasa nya tak ada yang ingin menempati nya.
Tapi sekarang siapa gadis ini ? dan mengapa dia duduk disini ? dia bisa duduk di meja lain tapi tidak dia duduk di depan ku dengan senyuman di wajah nya. Aku tak bisa mengusir nya dan meminta nya pindah ke meja lain. Meminta Naomi untuk meminta nya pergi aku rasa juga tak akan berhasil karena dia sudah mulai memilih menu apa yang ingin dia pesan.
“Maaf tapi kamu siapa ya ?” tanya ku kepada nya.
“Oh kenalin aku Lidya,” ucap nya dengan mengulurkan tangan kanan nya kepada ku.
Lidya ? aku mencoba mengingat ingat nama itu. Mungkin dia seseorang yang ku kenal dulu, teman sekolah ku mungkin. Tapi aku tidak bisa menemukan nama Lidya di dalam otak ku dan itu menganggu ku.
“Chris,” ucap ku menjabat tangan nya.
Dia lalu kembali melihat ke daftar menu dan memeriksa mereka, dia membolak balik halaman nya dan nampak nya dia bingung dengan apa yang ingin dia makan.
“Itu enak nggak ?” ucap nya sambil menunjuk kue dan teh ku.
“Apa ini ?” tanya ku memastikan.
“Iya, enak nggak ?”
“Menurut ku ini enak, tapi kau tak perlu khawatir semua menu ditempat ini sama enak nya,”
Lidya memanyunkan bibir nya, apa dia sedang berpikir ? jika benar kenapa dia membuat wajah nya menjadi seperti itu ? aku tak bisa membaca ekspresi wajah nya, tapi apakah Naomi yang ahli membaca ekspresi wajah bisa membaca ekspresi wajah yang ku lihat sekarang.
“Ya udah gue pesen yang sama, gue percaya ama lo,”
Tunggu kenapa dia begitu cepat mempercayai ku ? meski itu kepercayaan yang kecil karena hanya tentang enak atau tidak nya suatu makanan, dia tak seharus nya segampang itu mempercayai ku. Maksud ku bagaimana jika selera kami berbeda, seharusnya dia menimbang nya terlebih dahulu.
“Mbak mau pesan !!” ucap nya sedikit berteriak.
Sudah terlambat untuk memberitahu nya untuk memikirkan nya lebih jauh, Naomi pun datang dengan kertas yang biasa dia gunakan untuk mencatat pesanan. Ekspresi wajah Naomi sedikit bingung, aku rasa karena aku tak pernah duduk dengan orang lain; terlebih seorang gadis.
“Boleh saya catat pesanan nya ?” ucap Naomi sopan.
“Pesen yang sama kayak dia dong mbak,” ucap Lidya.
“Sebuah chocolate sponge cake dan lemon tea ? apa itu yang ingin anda pesan,”
“Iya,”
“Baiklah, saya akan segera bawakan pesanan anda,”
Setelah mencatat apa yang ingin dipesan oleh Lidya, Naomi pergi ke dapur meninggalkan aku dengan gadis yang baru ku kenal empat menit yang lalu berdua. Dengan Lidya yang sudah memesan arti nya mustahil bagi ku untuk meminta nya pergi, meski begitu paling tidak ada satu hal yang ingin ku ketahui.
“Lidya.” Panggil ku.
“Iya,”
Satu hal yang ingin ku ketahui adalah...
“Kenapa kau duduk di meja ku,”
“Nggak boleh ya ? atau kau lagi nunggu orang lain ? maaf ya kalo gitu...”
“Nggak apa apa, maksud ku kau boleh duduk disini,”
“Thanks ya,”
Aku tak mengerti dengan apa yang sedang terjadi, tapi senyuman Lidya seperti bertambah manis dari sebelum nya. Sekarang pandangan ku tak bisa lepas dari nya yang terlihat begitu menawan.
Jantung ku berdetak keras dan begitu cepat. Dada ku seperti mengecil membuat ku kesulitan untuk bernapas. Perasaan yang tak pernah kurasakan sebelum nya, dan sebuah sensasi yang tak bisa ku jelaskan.
“Hei lo nggak apa apa ?” ucap Lidya sambil mengerakkan tangan nya dengan cepat ke wajah ku.
“Aku baik, hanya sedikit teralihkan,”
“Teralihkan kenapa ?”
“Bukan apa apa, jadi kembali ke pertanyaan sebelum nya, apa alasan kamu duduk didepan ku saat ada banyak meja lain yang kosong ?”
Aku harap pertanyaan ku tak menyinggung nya, aku harap dia tak marah mendengar pertanyaan ku dan berpikir aku tak menginginkan nya ada disini. Untuk pertama kali nya aku peduli dengan perasaan orang lain selain adik ku Siska dan Naomi yang sudah baik dengan ku.
“Hehehe, aneh ya. Aduh sorry deh, tapi ini bagian dari 30 days challeges yang aku coba,” ucap Lidya, oh Tuhan senyuman itu.
“30 days challeges ?” tanya ku yang masih belum paham alasan dia ada didepan ku sekarang.
“Iya, jadi selama 30 hari aku mengakui hal berbeda, dan hari ini tantangan nya duduk semeja dengan orang yang belum aku kenal. Maaf ya kalo ngeganggu,”
Melakukan hal yang baru selama 30 hari itu sesuatu yang...
“Bodoh ya kedengaran nya, tapi seru loh. Nyoba hal baru asal nggak bahaya sama ngelaggar hukum aja,”
“Lalu apa yang kau dapatkan setelah menyelesaikan semua tantangan nya ?”
“Nggak ada,”
“Lalu kenapa kau masih melakukan nya ?”
“Karena aku suka tantangan, aku suka mencoba hal baru dalam hidup. Aku ingin bahagia,”
Ada apa dengan gadis ini ? kenapa kau mencoba hal hal baru hanya untuk bahagia ? aku sudah cukup bahagia dengan hidup ku yang sekarang, aku bahagia tahu apa yang akan ku dapatkan.
“Eh ngomong ngomong lo dari tadi ngapain ? buat tugas ? atau kerja ?”
“Aku sedang menulis,” jawab ku.
“Nulis ? keren dong, udah berapa buku yang terbit ?”
“Beberapa,”
“Wihhh, nggak nyangka bisa duduk sama orang hebat,”
“Tidak, aku masih belajar,”
“ohhhh gitu, terus yang sekarang kamu tulis judul nya apa ? siapa tahu nanti pas udah selesai bisa minta tanda tangan,”
“Judul nya Ballad of the dragonstone, “
To Be Continued................................................
Story By : @vylendo
Terimakasih Buat @vylendo sudah mau menyumbangkan Ceritanya di JKT48 Story! buat kalian yang ingin menyumbangkan cerita juga bisa klik Link berikut : Kirim FanFict Ditunggu ceritanya!~
- JKT48 STORY TEAM
Tidak ada komentar:
Posting Komentar